Senin, 25 September 2017

Kemahasiswaan, Keislaman, Keindonesiaan di Badan Pergerakan



Kemahasiswaan
Pemuda merupakan asset Negara yang memang disiapkan untuk menggantikan para golongan orang tua yang memang sudah menjajaki ruang expired. Pemuda merupakan harapan para golongan tua untuk mendongkrak kembali catatan-catatan sejarah. Menyentil perkataan Sujiwo Tejo yang berkata “Orang yang lulus cepat adalah orang yang meneruskan sejarah, sedangkan orang yang lulus lambat adalah orang yang menjebol sejarah” 

Berbicara pembuda hari ini seakan-akan membawa kita kepada ruang dimana pemuda masa kini sudah bergeser dalam nilai-nilai sejarah. Padahal berbicara pemuda maka kita tidak bisa keluar dari ruang gejolak peristiwa Budi Utomo pada tahun 1908 yang selalu berbicara soal persatuan, pendidikan dan lain-lain.

Disusul oleh peristiwa dimana kita mengenal adanya Sumpah Pemuda pada tahun 1928 dimana para pemuda Indonesia yang bersumpah untuk bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Peristiwa ini dimotori oleh sepuluh orang pemuda yang mana memang sangat berantusias dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Bertanah air satu, tanah air Indonesia ini bermaksud untuk menyatukan rasa satu kesatuan dalam bernegara atas penderitaan yang telah dilakukan oleh para penjajah di Indonesia. Berbangsa satu, bangsa Indonesia berlandaskan pada nasib yang sama dalam penderitaan. Berbahasa satu, bahasa Indonesia merupakan bahasa satu kesatuan Negara Republik Indonesia yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. 

Daratan Indonesia perspektif para geografi kurang lebih 5428 KM. bukan darata yang pendek jika di lihat dari peta dunia. Daratan Indonesia ini hampir sama panjangnya antara jarak dari London ke Mekkah. Sedangkan dalam catatan Etnografi, Negara Republik Indonesia mempunyai 656 suku yang berada di tutorial Indonesia 109 suku ada diwilayah barat dan sisanya ada di bagian wiayah timur dan menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mempunyai lebih dari 500 bahasa. Bahasa Indonesia ini diambil dari kepulauan Riau, kenapa tidak diambil dari bahasa kepuauan Jawa ? inilah kehebatan para founding father kita yang sangat visioner dalam memprediksikan masa depan. Hanya Bahasa Indonesia yang mampu untuk tidak membeda-bedakan suatu kelompok, karena sejatinya dalam bahasa Jawa masih ada pemilahan bahasa karena sebuah kasta. Belum lagi kita berbicara soal Theologis yang mana memang Indonesia mempunyai kepercayaan yang teramat banyak. Ada enam Agama yang telah dilegitimasi dan banyak kepercayaan local yang memang masih memegang erat kepada adatnya di masing-masing wilayah.

Giroh sumpah pemuda ini yang terjadi pada tanggal 28 oktober 1928 sangat mempengaruhi social yang ada pada masa itu, para pemuda ini mempunyai harapan agar dari 656 suku, lebih dari 500 bahasa, 6 Agama dan banyak lagi dalam kepercayaan local agar bersatu dalam sebuah Negara yang hari ini kita kenal dengan Negara seribu bahasa dan budaya yaitu Indonesia.

Setelah terjadi peristiwa sumpah pemuda pada tahun 1928 kita menemukan momentum berharga pada tahun 1945. Yakni Kemerdekaan sebuah Negara dari penjajahan. Tepatnya pada tanggal 17 agustus 1945 saat Soekarno yang diculik oleh segelintir lagi-lagi para pembawa perubahan yaitu pemuda yang dimotori oleh Soekarni ke rengasdengklok untuk membacakan teks proklamasi Negara Reublik Indonesia. Pada hari ini merupakan hari dimana pergeseran peradaban di Indonesia dalam unsur politik, budaya, social, pendidikan dan lain-lain. Kemerdekaan republic Indonesia pun menjadi titik peradaban dalam ruang dimensi perbincangan pemuda.

Waktu terus berjalan, gejolak bangsa semakin membara hingga kita kembali membincang soal pemuda pada tahun 1965 dimana kita diperingati peristiwa G 30 S PKI dimana ketika bangsa ini mulai berperang melawan dirinya sendiri. Mengingat perkataan Putra Sang Fajar, Bung Karno yang mengatakan bahwa “Perjuanganku akan teramat mudah karena melawan bangsa asing, tapi perjuangan kalian akan terasa sulit karena melawan bangsa sendiri”. Kata-kata mutiara ini memang terjadi setelah dimerdekakannya bangsa ini. Peristiwa-peristiwa silih berganti, peperangan melawan diri sendiri terus terjadi. Sampai kita diperingati oleh peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Hari) ini momentum dimana jatuhnya sang fajar dari kekuasaannya. Orde lama teruntuhkan.

Tidak hanya berhenti disini, masa pergantiannya dari orde lama yang di nahkodai oleh Bung Karno ke Orde Baru yang di nahkodai oleh Soeharto sangat menuai intrik yang terjadi pada masa ini. Dari tahun 1966 selama 32 tahun bapak pembangunan ini memimpin sampai kita menemukan dimana lagi-lagi pemuda yang familiar kita kenal dengan sebutuan Mahaiswa yang kembali turun kejalanan untuk melawan Rezim yang sedang menggila. Tidak sedikit konflik terjadi di Negara ini pada masa Orde Baru, Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) dimana-mana, pelanggaran hak asasi manusia, penculikan dan pembunuhan Intelektual Muda dan lain-lain. Hingga kita berhenti pada tanggal 2 Mei 1998 dimana hari itu adalah hari ketika kita kenal sebuah kata Reformasi.

Pada tahun ini para pemuda yang kita kenal mahasiswa sudah tidak seperti halayaknya kembali sebagai pembawa perubahan dan kontrol social. Namun stigma ini masih dalam pertentangan dalam dunia kemahasiswaan untuk membangunkan kembali jati diri mahasiswa karena tidak semua mahasiswa terjerumus pada stigma yang telah terbangun oleh social.

Masa transisi dari dunia siswa ke mahasiswa merupakan masa dimana kita merubah gaya pemikiran kita masing-masing. Untuk terus meningkatkan kualitas berfikir dan mengupgrade pengetahuan. Pertanyaannya adalah dimana letak perbedaan siswa dan mahasiswa ? ini merupakan pertanyaan yang menuai pertentangan sampai debat kusir pun terjadi. Perbedaan siswa dan mahasiswa ada ketika siswa memang dituntut untuk focus kepada ajang pencarian ilmu pendidikan saja demi memperlancar pengetahuan insannya masing-masing, sehingga budaya yang terbangun dikalangan siswa mereka hanya dituntut pencarian ilmu danya dalam ruang-ruang kelas dan pulang ke rumahnya masing-masing. Sedangkan mahasiswa tidak hanya dituntut pada ruang pencarian ilmu pendidikannya saja, akan tetapi jauh lebih dari itu kita mengenal dengan tombak mahasiswa yang kita sebut sebagai Tridharma Perguruan Tinggi yang mana tercantum sembagi Pendidikan dan Pembelajaran, Penelitian dan Pengabdian Terhadap Masyarakat. Sehingga tercantumlah bahwasannya ada beberapa tipologi mahasiswa Kupu-Kupu (Kuliah Pulang-Kuliah Pulang), Mahasiswa Kura-Kura (Kuliah Rapat-Kuliah Rapat) dan masih banyak lagi. Lalu apa bedanya mahasiswa dengan siswa jika hari ini budaya yang dibangun oleh mahasiswa sendiri setelah kuliah lalu pulang tanpa adanya budaya diskusi dan literasi ? maka oleh karena itu wajib hukumnya bagi para kalangan mahasiswa untuk terus mengugrade gaya pemikirannya agar tidak hanya sampai pada level pemikiran para siswa. Karena menurut Buya Hamka “Jika Hidup Sekedar Hidup, Kera di hutanpun bisa hidup”.

 Keislaman
Islam merupakan sebuah agama mayoritas di Indonesia, agama merupakan sebuah wadah kepercayaan untuk menyembah kepada sang pencipta dengan secara tersistem. Menyentil keislaman artinya kita harus dipaksa berbicara didalam ruang Keseimbangan, Moderat, Adil dan Toleransi karena keempat poin ini menjadi nilai yang sangat penting dalam konsep sosial. Keislaman yang dimaksud adalah islam yang memang benar-benar islam menurut versi keindonesiaan, mengutip kembali pertanyaan Nusron Wahid yang ditayangkan didalam acara televisi “Sebetulnya kita ini orang Islam yang berada di Indonesia apa orang Indonesia yang beragama Islam ?” memang secara keabsahan kita hanya orang Indonesia yang secara kebetulan dilahirkan dari rahim orang islam dan beragama islam. 

Islam yang dimaksud adalah islam Indonesia, artinya agama islam yang memang benar benar dilahirkan di Indonesia, agama islam yang memegang erat tradisi-tradisi keindonesiaan, agama islam yang disebarluaskan oleh Sembilan wali yang kita kenal Wali Songo. Islam yang memang memegang erat pada budaya ririungan, Tahlilan, dan sebagainya.

Hanya saja sangat disayangkan ketika kita mengingat kembali pada tanggal 4 september dan 2 desember 2016 saat agama memang di tugaskan untuk ber-Amar Ma’ruf Nahi Munkar dihadapkan dengan masalah-masalah krusial. Masalah-masalah yang memang berlandaskan kepentingan yang bersifat politis. Sedangkan masih banyak di pinggiran kota yang memang bentuk perzinahan, kemiskinan dan ketidak adilan yang harus di ukul rata dengan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Teringat kepada salah satu musisi yang ada di daerah Jawa Timur tepatnya di kota Malang, penyanyi solo yang bernama Ikhsan Scooter yang mencantumkan pada lirik lagunya bahwa “Sebetulnya aku anak siapa ? yang pasti aku bukan anak Amerika, bukan juga anak Malaysia, bukan pula anak singapura. Tapi aku anak Indonesia. Dan Indonesia bukan hanya Jakarta, bukan juga Yogyakarta” artinya ada pesan dalam lirik lagu ini bahwa pusat pemikiran, pusat perjuangan jangan hanya di arahkan dikota saja. Tapi cobalah untuk melihat di simpang jalanan pinggiran kota.

Pergeseran keislaman hari ini sangat jauh berbeda jika kita mengingat masa keislaman di zaman dahulu. Sebut saja Islam Klasik, islam yang memang selalu mengedepankan soal spirit transcendental. Budaya yang memang selalu mengedepankan hubungan antara manusia dengan penciptanya, budaya yang selalu mengedepankan soal kebatinan dan kerohaniannya. Sedangkan Islam masa kini, sebut saja Islam Kontemporer lebih mngedepankan Fashion, Identitas dan lingkungan. Islam yang membeda-bedakan soal pakaian untuk menghadap tuhannya. Identitas yang selalu berbicara Kiyai mana yang harus kita dengar dan golongan terbanyak mana yang memang harus kita ikuti.

Keindonesiaan
Keindonesiaan yang hari ini dibicarakan adalah keindonesiaan yang hanya pada ruang kemahasiswaan yang mana hri ini ada mahasiswa yang sudah akan lupa jati diri Negara sendiri. Mahasiswa yang selalu mengedepankan nilai-nilai barat dengan bangga akan budaya orang lain. Seharusnya memang mahasiswa perlu bangga akan keindonesiaannya sendiri dengan mengedepankan budaya-budaya Indonesia. 

maka dari itu tidak ada alasan bagi bahasiswa untuk tidak mengikuti suatu wadah pergerakan. mari ciptakan kader-kader yang bertaqwa, berintelektual dan profesional.
 


Penulis : Permas Teguh Pati Ajidarma (Intelektual Muda Nahdlatul Ulama)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar