Kemahasiswaan
Pemuda
merupakan asset Negara yang memang disiapkan untuk menggantikan para golongan
orang tua yang memang sudah menjajaki ruang expired. Pemuda merupakan harapan
para golongan tua untuk mendongkrak kembali catatan-catatan sejarah. Menyentil
perkataan Sujiwo Tejo yang berkata “Orang yang lulus cepat adalah orang yang
meneruskan sejarah, sedangkan orang yang lulus lambat adalah orang yang
menjebol sejarah”
Berbicara
pembuda hari ini seakan-akan membawa kita kepada ruang dimana pemuda masa kini
sudah bergeser dalam nilai-nilai sejarah. Padahal berbicara pemuda maka kita
tidak bisa keluar dari ruang gejolak peristiwa Budi Utomo pada tahun 1908 yang
selalu berbicara soal persatuan, pendidikan dan lain-lain.
Disusul
oleh peristiwa dimana kita mengenal adanya Sumpah Pemuda pada tahun 1928 dimana
para pemuda Indonesia yang bersumpah untuk bertanah air satu, berbangsa satu
dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Peristiwa ini dimotori oleh sepuluh orang
pemuda yang mana memang sangat berantusias dalam memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia.
Bertanah
air satu, tanah air Indonesia ini bermaksud untuk menyatukan rasa satu kesatuan
dalam bernegara atas penderitaan yang telah dilakukan oleh para penjajah di
Indonesia. Berbangsa satu, bangsa Indonesia berlandaskan pada nasib yang sama
dalam penderitaan. Berbahasa satu, bahasa Indonesia merupakan bahasa satu
kesatuan Negara Republik Indonesia yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia.
Daratan
Indonesia perspektif para geografi kurang lebih 5428 KM. bukan darata yang
pendek jika di lihat dari peta dunia. Daratan Indonesia ini hampir sama
panjangnya antara jarak dari London ke Mekkah. Sedangkan dalam catatan
Etnografi, Negara Republik Indonesia mempunyai 656 suku yang berada di tutorial
Indonesia 109 suku ada diwilayah barat dan sisanya ada di bagian wiayah timur
dan menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mempunyai lebih dari
500 bahasa. Bahasa Indonesia ini diambil dari kepulauan Riau, kenapa tidak
diambil dari bahasa kepuauan Jawa ? inilah kehebatan para founding father kita
yang sangat visioner dalam memprediksikan masa depan. Hanya Bahasa Indonesia
yang mampu untuk tidak membeda-bedakan suatu kelompok, karena sejatinya dalam
bahasa Jawa masih ada pemilahan bahasa karena sebuah kasta. Belum lagi kita
berbicara soal Theologis yang mana memang Indonesia mempunyai kepercayaan yang
teramat banyak. Ada enam Agama yang telah dilegitimasi dan banyak kepercayaan
local yang memang masih memegang erat kepada adatnya di masing-masing wilayah.
Giroh
sumpah pemuda ini yang terjadi pada tanggal 28 oktober 1928 sangat mempengaruhi
social yang ada pada masa itu, para pemuda ini mempunyai harapan agar dari 656
suku, lebih dari 500 bahasa, 6 Agama dan banyak lagi dalam kepercayaan local
agar bersatu dalam sebuah Negara yang hari ini kita kenal dengan Negara seribu
bahasa dan budaya yaitu Indonesia.
Setelah
terjadi peristiwa sumpah pemuda pada tahun 1928 kita menemukan momentum
berharga pada tahun 1945. Yakni Kemerdekaan sebuah Negara dari penjajahan.
Tepatnya pada tanggal 17 agustus 1945 saat Soekarno yang diculik oleh
segelintir lagi-lagi para pembawa perubahan yaitu pemuda yang dimotori oleh
Soekarni ke rengasdengklok untuk membacakan teks proklamasi Negara Reublik
Indonesia. Pada hari ini merupakan hari dimana pergeseran peradaban di
Indonesia dalam unsur politik, budaya, social, pendidikan dan lain-lain.
Kemerdekaan republic Indonesia pun menjadi titik peradaban dalam ruang dimensi
perbincangan pemuda.
Waktu
terus berjalan, gejolak bangsa semakin membara hingga kita kembali membincang
soal pemuda pada tahun 1965 dimana kita diperingati peristiwa G 30 S PKI dimana
ketika bangsa ini mulai berperang melawan dirinya sendiri. Mengingat perkataan
Putra Sang Fajar, Bung Karno yang mengatakan bahwa “Perjuanganku akan teramat
mudah karena melawan bangsa asing, tapi perjuangan kalian akan terasa sulit
karena melawan bangsa sendiri”. Kata-kata mutiara ini memang terjadi setelah
dimerdekakannya bangsa ini. Peristiwa-peristiwa silih berganti, peperangan
melawan diri sendiri terus terjadi. Sampai kita diperingati oleh peristiwa
MALARI (Malapetaka Lima Belas Hari) ini momentum dimana jatuhnya sang fajar
dari kekuasaannya. Orde lama teruntuhkan.
Tidak
hanya berhenti disini, masa pergantiannya dari orde lama yang di nahkodai oleh
Bung Karno ke Orde Baru yang di nahkodai oleh Soeharto sangat menuai intrik
yang terjadi pada masa ini. Dari tahun 1966 selama 32 tahun bapak pembangunan
ini memimpin sampai kita menemukan dimana lagi-lagi pemuda yang familiar kita
kenal dengan sebutuan Mahaiswa yang kembali turun kejalanan untuk melawan Rezim
yang sedang menggila. Tidak sedikit konflik terjadi di Negara ini pada masa
Orde Baru, Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) dimana-mana, pelanggaran hak asasi
manusia, penculikan dan pembunuhan Intelektual Muda dan lain-lain. Hingga kita
berhenti pada tanggal 2 Mei 1998 dimana hari itu adalah hari ketika kita kenal
sebuah kata Reformasi.
Pada
tahun ini para pemuda yang kita kenal mahasiswa sudah tidak seperti halayaknya
kembali sebagai pembawa perubahan dan kontrol social. Namun stigma ini masih
dalam pertentangan dalam dunia kemahasiswaan untuk membangunkan kembali jati
diri mahasiswa karena tidak semua mahasiswa terjerumus pada stigma yang telah
terbangun oleh social.
Masa
transisi dari dunia siswa ke mahasiswa merupakan masa dimana kita merubah gaya
pemikiran kita masing-masing. Untuk terus meningkatkan kualitas berfikir dan
mengupgrade pengetahuan. Pertanyaannya adalah dimana letak perbedaan siswa dan
mahasiswa ? ini merupakan pertanyaan yang menuai pertentangan sampai debat
kusir pun terjadi. Perbedaan siswa dan mahasiswa ada ketika siswa memang
dituntut untuk focus kepada ajang pencarian ilmu pendidikan saja demi
memperlancar pengetahuan insannya masing-masing, sehingga budaya yang terbangun
dikalangan siswa mereka hanya dituntut pencarian ilmu danya dalam ruang-ruang
kelas dan pulang ke rumahnya masing-masing. Sedangkan mahasiswa tidak hanya
dituntut pada ruang pencarian ilmu pendidikannya saja, akan tetapi jauh lebih
dari itu kita mengenal dengan tombak mahasiswa yang kita sebut sebagai
Tridharma Perguruan Tinggi yang mana tercantum sembagi Pendidikan dan
Pembelajaran, Penelitian dan Pengabdian Terhadap Masyarakat. Sehingga
tercantumlah bahwasannya ada beberapa tipologi mahasiswa Kupu-Kupu (Kuliah
Pulang-Kuliah Pulang), Mahasiswa Kura-Kura (Kuliah Rapat-Kuliah Rapat) dan
masih banyak lagi. Lalu apa bedanya mahasiswa dengan siswa jika hari ini budaya
yang dibangun oleh mahasiswa sendiri setelah kuliah lalu pulang tanpa adanya
budaya diskusi dan literasi ? maka oleh karena itu wajib hukumnya bagi para
kalangan mahasiswa untuk terus mengugrade gaya pemikirannya agar tidak hanya
sampai pada level pemikiran para siswa. Karena menurut Buya Hamka “Jika Hidup
Sekedar Hidup, Kera di hutanpun bisa hidup”.
Keislaman
Islam
merupakan sebuah agama mayoritas di Indonesia, agama merupakan sebuah wadah
kepercayaan untuk menyembah kepada sang pencipta dengan secara tersistem. Menyentil
keislaman artinya kita harus dipaksa berbicara didalam ruang Keseimbangan,
Moderat, Adil dan Toleransi karena keempat poin ini menjadi nilai yang sangat
penting dalam konsep sosial. Keislaman yang dimaksud adalah islam yang memang
benar-benar islam menurut versi keindonesiaan, mengutip kembali pertanyaan
Nusron Wahid yang ditayangkan didalam acara televisi “Sebetulnya kita ini orang
Islam yang berada di Indonesia apa orang Indonesia yang beragama Islam ?”
memang secara keabsahan kita hanya orang Indonesia yang secara kebetulan
dilahirkan dari rahim orang islam dan beragama islam.
Islam
yang dimaksud adalah islam Indonesia, artinya agama islam yang memang benar
benar dilahirkan di Indonesia, agama islam yang memegang erat tradisi-tradisi
keindonesiaan, agama islam yang disebarluaskan oleh Sembilan wali yang kita
kenal Wali Songo. Islam yang memang memegang erat pada budaya ririungan, Tahlilan, dan sebagainya.
Hanya
saja sangat disayangkan ketika kita mengingat kembali pada tanggal 4 september
dan 2 desember 2016 saat agama memang di tugaskan untuk ber-Amar Ma’ruf Nahi Munkar dihadapkan
dengan masalah-masalah krusial. Masalah-masalah yang memang berlandaskan
kepentingan yang bersifat politis. Sedangkan masih banyak di pinggiran kota
yang memang bentuk perzinahan, kemiskinan dan ketidak adilan yang harus di ukul
rata dengan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Teringat
kepada salah satu musisi yang ada di daerah Jawa Timur tepatnya di kota Malang,
penyanyi solo yang bernama Ikhsan Scooter yang mencantumkan pada lirik lagunya
bahwa “Sebetulnya aku anak siapa ? yang pasti aku bukan anak Amerika, bukan
juga anak Malaysia, bukan pula anak singapura. Tapi aku anak Indonesia. Dan
Indonesia bukan hanya Jakarta, bukan juga Yogyakarta” artinya ada pesan dalam
lirik lagu ini bahwa pusat pemikiran, pusat perjuangan jangan hanya di arahkan
dikota saja. Tapi cobalah untuk melihat di simpang jalanan pinggiran kota.
Pergeseran
keislaman hari ini sangat jauh berbeda jika kita mengingat masa keislaman di
zaman dahulu. Sebut saja Islam Klasik, islam yang memang selalu mengedepankan
soal spirit transcendental. Budaya yang memang selalu mengedepankan hubungan
antara manusia dengan penciptanya, budaya yang selalu mengedepankan soal
kebatinan dan kerohaniannya. Sedangkan Islam masa kini, sebut saja Islam
Kontemporer lebih mngedepankan Fashion, Identitas dan lingkungan. Islam yang
membeda-bedakan soal pakaian untuk menghadap tuhannya. Identitas yang selalu
berbicara Kiyai mana yang harus kita dengar dan golongan terbanyak mana yang
memang harus kita ikuti.
Keindonesiaan
Keindonesiaan
yang hari ini dibicarakan adalah keindonesiaan yang hanya pada ruang
kemahasiswaan yang mana hri ini ada mahasiswa yang sudah akan lupa jati diri
Negara sendiri. Mahasiswa yang selalu mengedepankan nilai-nilai barat dengan
bangga akan budaya orang lain. Seharusnya memang mahasiswa perlu bangga akan
keindonesiaannya sendiri dengan mengedepankan budaya-budaya Indonesia.
maka dari itu tidak ada alasan bagi bahasiswa untuk tidak mengikuti suatu wadah pergerakan. mari ciptakan kader-kader yang bertaqwa, berintelektual dan profesional.
Penulis : Permas Teguh Pati Ajidarma (Intelektual Muda Nahdlatul Ulama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar